Forum Muktamar Ke-33 NU di Jombang pada awal Agustus
2015 lalu memasukkan isu Khashaish Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyyah pada
sidang komisi bahtsul masail diniyah maudhu’iyyah. Isu ini dibahas di masjid
utama pesantren Tambakberas Jombang ini. Komisi yang dikepalai oleh KH
Afifuddin Muhajir ini menghasilkan rumusan sebagai berikut.
Khashaish Ahlus Sunnah Wal Jamaah Al-Nahdhiyah
خصائص اهل السنة والجماعة النهضية
Islam sebagai agama samawi
terakhir memiliki banyak ciri khas (khashaish) yang membedakannya dari
agama lain. Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah tawassuth,ta’adul,
dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang memiliki arti yang
sangat berdekatan atau bahkan sama. Oleh karena itu, tiga ungkapan tersebut
bisa disatukan menjadi “wasathiyah”. Watak wasathiyah Islam
ini dinyatakan sendiri oleh Allah SWT di dalam Alqur’an,
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا [البقرة : 143 [
“Dan demikian(pula) kami menjadikan kamu (Umat Islam),
umat penengah (adil dan pilihan), agar kamu menjadi saksi atas seluruh manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kamu.” (QS.
al-Baqarah;143)
Nabi Muhammad SAW sendiri
menafsirkan kata وَسَطًا dalam
firman Allah di atas dengan adil, yang berarti fair dan
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Perubahan fatwa karena perubahan situasi
dan kondisi, dan perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan
psikologi seseorang adalah adil.
Selain ayat di atas, ada
beberapa ayat dan hadits yang menunjukkan watak wasathiyah dalam
Islam, misalnya firman Allah:
وَلَا
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا [الإسراء:29
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal.” (QS. al-Isra’: 29)
Dalam firman-Nya yang lain,
وَلَا
تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
[الإسراء:110
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu.” (QS. al-Isra’: 110)
Sementara dalam hadits dikatakan,
خَيْرُ
اْلأُمُوْرِ أَوْسَاطُهَا
“Sebaik-baik persoalan adalah sikap-sikap moderat.”
Mirip dengan hadits di atas adalah riwayat,
وَخَيْرُ
اْلأَعْمَالِ أَوْسَطُهَا وَدِيْنُ اللهِ بَيْنَ الْقَاسِىْ وَالْغَالِىْ
“Dan sebaik-baik amal perbuatan adalah yang
pertengahan, dan agama Allah itu berada di antara yang beku dan yang mendidih.”
Wasathiyyah yang sering
diterjemahkan dengan moderasi itu memiliki beberapa pengertian sebagai
berikut: Pertama, keadilan di antara dua kezhaliman (عدل بين ظلمين) atau kebenaran di antara dua
kebatilan (حق بين باطلين), seperti
wasathiyah antara atheisme dan poletheisme. Islam
ada di antara atheisme yang mengingkari adanya Tuhan dan poletheisme yang
memercayai adanya banyak Tuhan. Artinya, Islam tidak mengambil faham atheisme dan
tidak pula fahampoletheisme, melainkan faham monotheisme, yakni
faham yang memercayai Tuhan Yang Esa. Begitu juga wasathiyyah antara
boros dan kikir yang menunjuk pada pengertian tidak boros dan tidak kikir.
Artinya, Islam mengajarkan agar seseorang di dalam memberi nafkah tidak kikir
dan tidak pula boros, melainkan ada di antara keduanya, yaitu al-karam dan al-jud.
Allah berfirman;
وَالَّذِينَ
إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ
قَوَامًا ) الفرقان: 67(
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. al-Furqan: 67)
Kedua, pemaduan antara dua hal yang berbeda/berlawanan.
Misalnya,
(a). wasathiyyah antara ruhani dan
jasmani yang berarti bahwa Islam bukan hanya memperhatikan aspek ruhani saja
atau jasmanai saja, melainkan memperhatikan keduanya. Wasathiyyah antara nushûs danmaqâshid. Itu
berarti Islam tak hanya fokus pada nushûs saja atau maqâshid saja,
melainkan memadukan antara keduanya.
(b). Islam pun merupakan agama yang menyeimbangkan
antara`aql dan naql. Bagi Islam, akal dan wahyu
merupakan dua hal yang sama-sama memiliki peranan penting yang sifatnya
komplementer (saling mendukung antara satu sama lain). Kalau diibaratkan dengan
pengadilan, akal berfungsi sebagai syahid (saksi) sementara
wahyu sebagai hakim, atau sebaliknya, yakni akal sebagai hakim sementara wahyu
sebagai syahid.
(c). Islam menjaga keseimbangan antara dunia dan
akhirat, antara individu dan masyarakat, antara ilmu dan amal, antara ushul dan furu’,
antara sarana (wasilah) dan tujuan (ghayah), antara optimis dan
pesimis, dan seterusnya.
Ketiga, realistis (wâqi’iyyah). Islam adalah agama
yang realistis, tidak selalu idealistis. Islam mempunyai cita-cita tinggi dan
semangat yang menggelora untuk mengaplikasikan ketentuan-ketentuan dan
aturan-aturan hukumnya, tapi Islam tidak menutup mata dari realitas kehidupan
yang–justru–lebih banyak diwarnai hal-hal yang sangat tidak ideal. Untuk itu,
Islam turun ke bumi realitas daripada terus menggantung di langit idealitas
yang hampa. Ini tidak berarti bahwa Islam menyerah pada pada realitas yang
terjadi, melainkan justru memperhatikan realitas sambil tetap berusaha untuk
tercapainya idealitas. Contoh wasathiyyah dalam arti waqi’iyyah ini
adalah pemberlakuan hukum ‘azîmah dalam kondisi normal dan
hukum rukhshah dalam kondisidharurat atau hajat.
Watak wasathiyyah dalam Islam
Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek ajarannya, yaitu akidah,
syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj. Dalam jam’iyyah
Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari golongan Ahlussunnah wal Jama’ah,
watak wasathiyyahtersebut antara lain terjadi dalam hal-hal sebagai
berikut:
1.
Melandaskan ajaran Islam
kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber pokok dan juga kepada
sumber-sumber sekunder yang mengacu kepada al-Qur’an dan al-Sunnah seperti
ijma’ dan qiyas.
2.
Menjadikan ijtihad sebagai
otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat
tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi yang tidak memenuhi
syarat-syarat ijtihad tidak ada jalan lain kecuali harus bermazhab dengan
mengikuti salah satu dari mazhab-mazhab yang diyakini penisbatannya
kepada ashabu al-madzahib. Namun, Nahdlatul Ulama membuka ruang
untuk bermadzhab secara manhajidalam persoalan-persoalan yang tidak
mungkin dipecahkan dengan bermadzhab secaraqauli. Pola bermadzhab dalam
NU berlaku dalam semua aspek ajaran Islam; aqidah, syariah/fiqh, dan
akhlaq/tasawwuf, seperti dalam rincian berikut:
a.
Di bidang syariah/fiqh,
Nahdlatul Ulama mengikuti salah satu dari madzhab empat, yaitu madzhab Imam Abu
Hanifah, Madzhab Imam Malik ibn Anas, madzhab Imam Muhammad bin Idris as-Syafii
dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.
b.
Di bidang aqidah mengikuti
madzhab Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan madzhab Imam Abu Manshur al-Maturidi.
c.
Di bidang akhlaq/tasawwuf
mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Baghdadi dan madzhab Imam Abu Hamid
al-Ghazali.
3.
Berpegang teguh pada
petunjuk al-Qur’an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar,
yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau’izhah hasanah,
dan mujadalah bil husna.
4.
Sebagai salah satu wujud
dari watak wasathiyyah dengan pengertian al-waqi’iyyah(realistis),
Nahdlatul Ulama menghukumi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan
Pancasila sebagai dasarnya sebagai sebuah negara yang sah menurut pandangan
Islam dan tetap berusaha secara terus menerus melakukan perbaikan sehingga
menjadi negara adil makmur berketuhanan Yang Maha Esa.
5.
Mengakui keutamaan dan
keadilan para shahabat Nabi, mencintai dan menghormati mereka serta menolak
dengan keras segala bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap mereka apalagi
menuduh mereka
6.
Tidak menganggap siapapun
setelah Nabi Muhammad saw sebagai pribadi yang ma’shum(terjaga dari
kesalahan dan dosa).
7.
Perbedaan yang terjadi di
kalangan kaum muslimin merupakan salah satu dari fitrah kemanusiaan. Karena
itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il
furu`iyyah-ijtihadiyah adalah keharusan. Nahdhatul Ulama tak perlu
melakukan klaim kebenaran dalam masalah ijtihadiyyah tersebut.
8.
Menghindari hal-hal yang
menimbulkan permusuhan seperti tuduhan kafir kepada sesama muslim, ahlu
al-qiblah.
9.
Menjaga ukhuwwah
imaniyyah-islamiyyah di kalangan kaum muslimin dan ukhuwwah
wathaniyyah terhadap para pemeluk agama-agama lain. Dalam konteks NU,
menjagaukhuwwah nahdhiyah adalah niscaya terutama untuk menjaga
persatuan dan kekompakan seluruh warga NU.
10. Menjaga keseimbangan antara aspek ruhani dan jasmani dengan mengembangkan
tasawwuf `amali, majelis-majelis dzikir dan shalawat sebagai
sarana taqarrub il Allah di samping mendorong umat
Islam agar melakukan kerja keras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.
Editor: KH. Afifuddin Muhajir (Dosen Ma’had Aly PP.
Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo
—————————————–
Dasar Penetapan :
1. Al-Qur’an
وَأَنَّ
هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ. وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ. ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَ﴾ الأنعام: 153
وَمَا
آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا﴾ الحشر 7
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ﴾ الأحزاب 21
وَمَن
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ
سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ
مَصِيراً)
النساء: 115)
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيدًا﴾ البقرة: 143
قُلْ يَآ
أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُوا
أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ
سَوَاءِ السَّبِيلِ) المائدة: 77(
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا
لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ
اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ)
القصص: 50(
﴿يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ﴾ البقرة: 208
﴿يَآأَهْلَ
الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلاَ تَقُولُوا عَلَى اللهِ إِلاَّ
الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللهِ وَكَلِمَتُهُ
أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَلاَ
تَقُولُوا ثَلاَثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ
سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي
اْلأَرْضِ وَكَفَى بِاللهِ وَكِيلاً) النساء: 171(
وَاعْتَصِمُواْ
بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ ) آل عمران: 103(
لاَ
إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ
بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ) البقرة: 256(
﴿ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ﴾ النحل: 125
﴿إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴾ الحجرات: 10
لاَ
يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ
اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ) المنتحنة: 8(
2. As-Sunnah
عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
(لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ
النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً
لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ، وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ
تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى
ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً)
قَالُوا: “وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ؟” قَالَ: (مَا أَنَا عَلَيْهِ
وَأَصْحَابِي). رواه الترمذي
عَنْ
الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ: صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم
ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ
مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ
اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا، فَقَالَ:
(أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ
تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ). رواه
أبو داود
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (إِنَّ
بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَهَلَكَتْ
سَبْعُونَ فِرْقَةً وَخَلَصَتْ فِرْقَةٌ وَاحِدَةٌ وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ
عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَتَهْلِكُ إِحْدَى وَسَبْعِينَ
وَتَخْلُصُ فِرْقَةٌ) قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ تِلْكَ الْفِرْقَةُ؟ قَالَ:
(الْجَمَاعَةُ الْجَمَاعَةُ). رواه أحمد
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِنَّ
بَنِي إِسْرَائِيلَ افْتَرَقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَإِنَّ
أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهَا فِي
النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ). رواه ابن ماجه
عن
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَهَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ، قَالَا: حَدَّثَنَا أَبُو
الْأَحْوَصِ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَبِيدَةَ
السَّلْمَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (خَيْرُ أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ يَلُونِي، ثُمَّ
الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ
تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ» لَمْ يَذْكُرْ
هَنَّادٌ الْقَرْنَ فِي حَدِيثِهِ، وقَالَ قُتَيْبَةُ: ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ).
متفق عليه
عَنْ
ثَوْبَانَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
(إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الأَئِمَّةَ المُضِلِّينَ)، قَالَ: وَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ
أُمَّتِي عَلَى الحَقِّ ظَاهِرِينَ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ يَخْذُلُهُمْ حَتَّى
يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ). رواه الترمذي
عَنِ ابْنِ
عُمَرَ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: (لاَ
يَجْمَعُ اللَّهُ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ أَبَدًا، وَيَدُ اللَّهِ عَلَى
الْجَمَاعَةِ هَكَذَا، فَاتَّبِعُوا السَّوَادَ الأَعْظَمَ، فَإِنَّهُ مَنْ شَذَّ
شَذَّ فِي النَّارِ». رواه الحاكم
عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ
الْعَقَبَةِ وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ الْقُطْ لِي حَصًى فَلَقَطْتُ لَهُ سَبْعَ
حَصَيَاتٍ هُنَّ حَصَى الْخَذْفِ فَجَعَلَ يَنْفُضُهُنَّ فِي كَفِّهِ وَيَقُولُ
أَمْثَالَ هؤُلاَءِ (فَارْمُوا) ثُمَّ قَالَ: (يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ
وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ
فِي الدِّينِ). رواه النسائي وابن ماجه وأحمد.
عن مالك بن
أنس رضي الله عنه: (الصَّحَابَةُ كُلُّهُم عُدُولٌ). رواه البيهقي.
عن عمر ابن
الخطاب، قَالَ: (أَصْحَابِي كَالنُّجُومِ بِأَيِّهِمُ اقْتَدَيْتُمُ
اهْتَدَيْتُمْ). رواه رزين.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لاَ
تَسُبُّوا أَصْحَابِي، لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا أَدْرَكَ مُدَّ
أَحَدِهِمْ، وَلاَ نَصِيفَهُ). متفق عليه.
عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ ِلأَخِيهِ يَا كَافِرُ، فَقَدْ
بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا). منفق عليه
3. Aqwal al-Ulama
كشف الخفاء و
مزيل الإلباس، الجزء الأول، صـ 177 – 446 –
)افترقت
اليهود على إحدى وسبعين فرقة فواحدة في الجنة وسبعون في النار وافترقت النصارى على
اثنتين وسبعين فرقة فإحدى وسبعون في النار وواحدة في الجنة والذي نفس محمد بيده
لتفترقن أمتي على ثلاث وسبعين فواحدة في الجنة واثنتان وسبعون في النار) رواه ابن
أبي الدنيا عن عوف بن مالك ، أبو داود والترمذي والحاكم وابن حبان وصححوه عن أبي
هريرة بلفظ افترقت اليهود على إحدى أو اثنتين وسبعين فرقة والنصارى كذلك وتفترق
أمتي على ثلاث وسبعين فرقة كلهم في النار إلا واحدة قالوا من هي يا رسول الله قال
ما أنا عليه وأصحابي
التبصير في
الدين – (ج 1 / ص 182-185)
وأعلم أن
جميع ما ذكرناه من اعتقاد أهل السنة والجماعة فلا خلاف في شيء منه بين الشافعي
وأبي حنيفة رحمهما الله وجميع أهل الرأي والحديث مثل مالك والأوزاعي وداود والزهري
والليث بن سعد وأحمد بن حنبل … الفصل الثاني من هذا الباب في طريق تحقيق النجاة
لأهل السنة والجماعة في العاقبة أعلم أن الذي تحقق لهم هذه الصفة أمور منها قوله
تعالى قل أن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور
رحيم والمحبة من الله تعالى في متابعة الرسول سبب محبة الرب للعبد فكل من كان
متابعتة للرسول أبلغ وأتم كانت المحبة له من الله أكمل وأتم وليس في فرق الأمة
أكثر متابعة لأخبار الرسول وأكثر تبعا لسنته من هؤلاء ولهذا سموا أصحاب الحديث
وسموا بأهل السنة والجماعة
التبصير في
الدين – (ج 1 / ص 185)
ومنها أن
النبي لما سئل عن الفرقة الناجية قال ما انا عليه وأصحابي وهذه الصفة تقررت لأهل
السنة لأنهم ينقلون الأخبار والآثار عن الرسول والصحابة رضي الله عنهم ولا يدخل في
تلك الجملة من يطعن في الصحابة من الخوارج والروافض ولا من قال من القدرية إن
شهادة اثنين من أهل صفين غير مقبولة على باقة بقل ومن ردهم وطعن فيهم لا يكون متابعا
لهم ولا ملابسا بسيرتهم
التبصير في
الدين – (ج 1 / ص 186)
ومنها أنهم
يستعملون في الأدلة الشرعية كتاب الله وسنة رسوله وأجماع الأمة والقياس ويجمعون
بين جميعها في فروع الشريعة ويحتجون بجميعها وما من فريق من فرق مخالفيهم إلا وهم
يردون شيئا من هذه الأدلة فبان أنهم أهل النجاة باستعمالهم جميع أصول الشريعة دون
تعطيل شيء منها
التبصير في
الدين – (ج 1 / ص 186)
ومنها أن أهل
السنة مجتمعون فيما بينهم لا يكفر بعضهم بعضا وليس بينهم خلاف يوجب التبريء
والتفكير فهم إذا أهل الجماعة قائمون بالحق والله تعالى يحفظ الحق وأهله كما قال
تعالى إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون قال المفسرون أراد به الحفظ عن التناقض
وما من فريق من فرق المخالفين إلا وفيما بينهم تكفير وتبري يكفر بعضهم بعضا كما
ذكرنا من الخوارج والروافض والقدرية حتى اجتمع سبعة منهم في مجلس واحد فافترقوا عن
تكفير بعضهم بعضا وكانوا بمنزلة اليهود والنصارى حين كفر بعضهم بعضا حتى قالت
اليهود ليست النصارى على شيء وقالت النصارى ليست اليهود على شيء وقال الله سبحانه
وتعالى ولو كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافا كثيرا
الاقتصاد في
الاعتقاد – (ج 1 / ص 81
والذي ينبغي
أن يميل المحصل إليه الاحتراز من التكفير ما وجد إليه سبيلاً. فإن استباحة الدماء
والأموال من المصلين إلى القبلة المصرحين بقول لا إله إلا الله محمد رسول الله
خطأ، والخطأ في ترك ألف كافر في الحياة أهون من الخطأ في سفك محجمة من دم مسلم.
وقد قال صلى الله عليه وسلم: أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله محمد
رسول الله، فإذا قالوها فقد عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحقها.
بغية
المسترشدين – (ج 1 / ص 641)
مسألة : ي) :
من القواعد المجمع عليها عند أهل السنة أن من نطق بالشهادتين حكم بإسلامه وعصم دمه
وماله ، ولم يكشف حاله ، ولا يسأل عن معنى ما تلفظ به. ومنها أن الإيمان المنجي من
الخلود في النار التصديق بالوحدانية والرسالة ، فمن مات معتقداً ذلك ولم يدر غيره
من تفاصيل الدين فناج من الخلود في النار ، وإن شعر بشيء من المجمع عليه وبلغه
بالتواتر لزمه باعتقاده إن قدر على تعقله. ومنها من حكم بإيمانه لا يكفر إلا إذا
تكلم أو اعتقد أو فعل ما فيه تكذيب للنبي في شيء مجمع عليه ضرورة ، وقدر على تعقله
، أو نفي الاستسلام لله ورسوله ، كالاستخفاف به أو بالقرآن. ومنها أن الجاهل
والمخطىء من هذه الأمة لا يكفر بعد دخوله في الإسلام بما صدر منه من المكفرات حتى
تتبين له الحجة التي يكفر جاحدها وهي التي لا تبقى له شبهة يعذر بها. ومنها أن
المسلم إذا صدر منه مكفر لا يعرف معناه أو يعرفه ، ودلت القرائن على عدم إرادته
أوشك لا يكفر. ومنها لا ينكر إلا ما أجمع عليه أو اعتقده الفاعل وعلم منه أنه
معتقد حرمته حال فعله ، فمن عرف هذا القواعد كف لسانه عن تكفير المسلمين ، وأحسن
الظن بهم ، وحمل أقوالهم وأفعالهم المحتملة على الفعل الحسن. خصوصاً الفعل الذي
ثبت أن أهل العلم والصلاح والولاية كالقطب الحداد فعلوه وقالوه ، وفي كتبهم
وأشعارهم دوّنوه ، فليعتقد أنه صواب لا شك فيه ولا ارتياب ، وإن جهله بدليله
لقصوره وجهله ، لا لغلبة الحال على الولي وغيبه عقله ، وليسع العوام ما وسع ذلك
العالم ، فمن علم ما ذكرنا وفهم ما أشرنا وأراد الله حفظه عن سبيل الابتداع ، كف
لسانه وقلمه عن كل من نطق بالشهادتين ، ولم يكفر أحداً من أهل القبلة ، ومن أراد
الله غوايته أطلقها بذلك وطالع كتب من أهواه هواه نعوذ بالله من ذلك.
حاشية الرملي
– (ج 1 / ص 219)
وما في
المجموع من تكفير من يصرح بالتجسيم أشار إلى تضعيفه وكتب أيضا كأنه احترز بالتصريح
عمن يثبت الجهة فإنه لا يكفر كما قاله الغزالي في كتاب التفرقة بين الإسلام
والزندقة وقال ابن عبد السلام في القواعد إنه الأصح بناء على أن لازم المذهب ليس
بمذهب ر وكتب أيضا
قال البلقيني
الصحيح أو الصواب خلاف ما قال وقال ابن القشيري في المرشد من كان من أهل القبلة
وانتحل شيئا من البدع كالمجسمة والقدرية وغيرهم هل يكفر للأصحاب فيه طريقان وكلام
الأشعري يشعر بهما وأظهر مذهبيه ترك الكفر وهو اختيار القاضي فمن قال قولا أجمع
المسلمون على تكفير قائله كفرناه وإلا فلا
Sumber: Ma’had Ali Situbondo