NU: Pengibar Panji Ahlussunnah Wal Jama’ah
1.
Ahlussunnah Wal Jama’ah (اَهْلُ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ) artinya para
pengikut ajaran Assunnah wal Jama’ah. Tetapi seringkali kata Ahlussunnah wal Jama’ah
juga dipergunakan untuk menyebut ajaran Assunnah wal Jama’ah (السُّنَّة
وَالْجَمَاعَة).
2. Assunnah wal Jama’ah adalah ajaran
Islam yang lurus dan murni, sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah r. dan diamalkan
bersama para sahabatnya, belum tercampurkan dengan sesuatu yang bukan
semestinya.
3.
Istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah pertama
kali dipopulerkan oleh para shahabat Nabi r generasi yunior
(Shigharu al-Shahabah), seperti Ibn Abbas t, Ibn Umar, dan Abu
Sa’id al-Khudri:
قَالَ اِبْنُ عَبَّاسٍ t فيِ قَوْلِهِ تَعَالىَ: يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ
وُجُوْهٌ (سورة: آل عمران:106), فَأَمَّا الَّذِيْنَ ابْيَضَّتْ وُجُوْهُهُمْ
فَأَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأُولُو الْعِلْمِ, وَأَمَّا الَّذِيْنَ
اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ الْبِدْعَةِ وَالضَّلَالَةِ.(شرح اصول الاعتقاد
اهل السنة والجماعة, ج2 ص92)
Ibn Abbas t berkata ketika
menafsirkan firman Allah: “Pada hari yang diwaktu itu ada wajah yang putih
berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.” (QS. Ali Imran: 106). “Adapun
orang-orang yang wajahnya putih berseri adalah pengikut ahlussunnah wal-jama’ah
dan orang-orang yang berilmu. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam muram,
adalah pengikut bid’ah dan kesesatan.” (Syarh Ushul I’tiqd Ahl al-Sunnah wa
al-Jama’ah, Juz 1, hal.79)
4.
Agar lebih mudah membedakan dengan golongan
lain, maka beberapa ulama membuat definisi dari ASWAJA tersebut. Salah seorang
dari mereka ialah Hadratusysyaikh KH. Muhammad
Hasyim Asy’ari, dalam kitabnya Ziyaadatut Ta’liqaat (hal. 23-24). Beliau
mendefinisikan:
أَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ فَهُمْ أَهْلُ
التَّفْسِيْرِ وَالْـحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ فَإِنَّهُم الْمُهْتَدُوْنَ
الْمُتَمَسِّكُوْنَ بِسُنَّةِ النَّبِيِّ r وَالْـخُلَفَاءِ بَعْدَهُ الرَّاشِدِيْنَ وَهُم الطَّائِفَةُ
النَّاجِيَّةُ قَالُوا وَقَدْ اجْتَمَعَت الْيَوْمَ فىِ مَذَاهِبَ أَرْبَعَةٍ
الْـحَنَفِيُّوْنَ وَالشَّافِعِيُّوْنَ وَالْمَالِكِيُّوْنَ
وَالْـحَنْبَلِيُّوْنَ.
“Adapun
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqh.
Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh kepada sunnah Nabi r dan sunnah
Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah
al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun
dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki dan
Hambali.” (Ziyadaat Ta’liqat hal. 23-24).
5.
Dapat dirumuskan dengan sederhana,
bahwa kaum Ahlussunnah wal Jama’ah ialah para pengikut setia ajaran Islam yang
masih lurus dan murni.
6. Kesetiaan itu diwujudkan kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah dengan antara lain:
a. Keinginan
yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan ajaran yang benar-benar bersih sesuai
dengan apa yang disampaikan dan dimaksudkan oleh Rasulullah r (dari Allah I).
b. Berhati-hati
dalam menerima suatu pendapat atau penafsiran, dengan meneliti kebenaran dan
kesinambungan jalur dan salurannya sampai kepada Rasulullah r, tidak hanya
dengan membaca sepotong naskah dari satu dalil saja.
c. Berusaha
mempelajari Islam seutuh mungkin dengan mempelajari secara ijmali (keseluruhan)
dan tafsili (rincian) dan dengan memahami garis-garis kecilnya (mikro).
d. Berusaha
keras mengamalkan Islam sebaik mungkin, dengan selalu menyadari kelemahan diri,
sehingga tidak merasa dirinya paling benar dan paling taqwa.
7.
Ahlussuannah wal Jama’ah mengikuti
watak dasar (karakteristik) sebagaimana watak dasar Islam antara lain :
a. At-Tawassuth ( التَّوَسُطُ ) = Sikap tengah atau sedang-sedang.
b.
At-Tawazun ( التَّوَازُنُ )= keseimbangan.
c. Al-I’tidal ( الإِعْتِدَالُ ) =
tegak lurus.
8.
Sungguh baik ada organisasi yang
menegaskan dirinya, sebagai penganut, pengawal dan penegak Ahlussunnah wal Jama’ah,
seperti Nahdlatul Ulama’, dan niven-niven didalamnya seperti Muslimat NU,
Fatayat NU, dan lain sebagainya. sebagaimana ditegaskan dalam tujuan dan usaha Nahdlatul
Ulama’ dalam anggaran dasarnya bab IV pasal 8 ayat 2: “Tujuan Nahdlatul
Ulama adalah berlakunya ajaran islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah
untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan,
kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta”. Namun
demikian, ke-Ahlussunnah-an seseorang tetap bergantung pada pendiriannya, sikap
mental dan tingkah lakunya, tidak hanya pada keanggotaannya pada suatu
organisasi.
9.
Organisasi seperti Nahdlatul Ulama’
memikul tanggung jawab yang sangat berat untuk membina seluruh anggotanya
menjadi pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah yang baik, sehingga mampu membuktikan
keunggulan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah.
10.
Bagi Nahdlatul Ulama’, ajaran
Ahlussunnah wal Jama’ah itu meliputi bidang aqidah (tauhid), bidang syari’ah
(fiqh) dan bidang akhlaq (tasawwuf), termasuk di dalamnya tata cara kehidupan
berumah tangga, bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan lain
sebagainya, yang kesemuanya itu digali dan dirumuskan dari sumber primer ajaran
Islam, yaitu al-Qur’an dan al-sunnah.
11.
Di bidang Aqidah, Ahlussunnah wal Jama’ah
mengikuti rumusan Imam al-Asy’ari dan Imam Al-Maturidi, sebagaimana dapat kita
pelajari dari kitab-kitab semisal ‘Aqidatul ‘Awam, Jawharatut Tauhid
atau karya Imam al-Asy’ari sendiri,
seperti Al-luma’ fi al-Raddi ‘ala Ahl
al-Zaygi wa al Bida’ atau al- Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah, dan karya al-Maturidi,
seperti Kitab al-Tauhid, Ta’wilat Ahlisunnah dan lain-lain. Nama lengkap
Imam al-Asy’ari ialah Syeikh Abu al-Hasan ‘Ali al-Asy’ari (lahir di Basrah
tahun 260 H/874M dan wafat di Basrah juga tahun 324 H/936 M. dalam usia 64
tahun). Sedangkan nama lengkap Imam al-Maturidi ialah Abu Manshur Muhammad bin
Muhammad bin Mahmud al-Maturidi, wafat di sebuah desa bernama Maturid
Samarqand, di Asia tengah pada tahun 333 H/944 M.
12. Di
bidang Syari’ah, Ahlussunnah wal Jama’ah mengikuti salah satu Madzhab yang
empat, dan hampir seluruh kaum muslimin di Indonesia mengikuti Madzhab Syafi’i,
sebagaimana dapat kita pelajari dari kitab-kitab salaf seperti Fathul Qorib,
Fathul Mu’in dan lain-lain. Yang dimaksud dengan empat Madzhab tersebut
ialah:
a. Madzhab Hanafi. Pendiri/Perumusnya
ialah Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80-150 H).
b. Madzhab Maliki. Pendiri/perumusnya
ialah Malik bin Anas bin Malik al-Ashbahi (93-179 H).
c. Madzhab Syafi’i. Pendiri/perumusnya
ialah Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150-204).
d. Madzhab Hanbali. Pendiri/perumusnya
ialah Ahmad bin Hanbal al-Syaibani (164 -241 H).
13.
Di bidang Akhlaq, (Tasawwuf)
Ahlussunnah wal Jama’ah mengikuti rumusan Imam al-Junaid al-Baghdadi dan Imam
al-Ghazali. Nama lengkap Imam al-Junaid
adalah Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Baghdadi (wafat tahun 298
H/910 M). Sedangkan nama lengkap Imam al-Ghazali ialah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali (wafat tahun 505 H/1111 M). Materi pelajaran akhlaq dan
tasawwuf rumusan kedua imam tersebut bisa dikaji dalam berbagai kitab akhlak
dan tasawwuf, semisal Bidayatul Hidayah, Kifayah al-Adzkiya’, dan
Ihya’ Ulum al-Diin, dan lain sebagainya.
14. Materi
ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah ialah apa yang diajarkan di Pesantren-Pesantren
dan Madrasah-Madrasah Salaf, yang beberapa waktu lalu sering diremehkan,
dinilai sebagai lambang keterbelakangan. Tetapi, akhir-akhir ini tampak muncul kecenderungan
baru. Banyak kaum intelektual baik dari Barat maupun Timur yang tekun menggali
mutiara-mutiara yang terpendam di dalam kitab-kitab kuning, mereka tidak hanya
mengumpulkan batu-batu yang berserakan dipinggir jalan. Di antaranya ialah
Prof. Dr. Andree Feillard dari Perancis dan Prof. Dr. Martin Van Bruinessen
dari Belanda, Prof. Dr. Robert W. Hefner dari Boston University Amerika, Prof.
Dr. Mitsuo Nakamura dari Jepang dan lain sebagainya.
15. Kecenderungan
baru ini merupakan tantangan bagi para tokoh Nahdlatul Ulama’ bersama generasi
mudanya baik yang berada pada struktur organisasi maupun diluar struktur
organisasi sebagai juru dakwah kultural, untuk mengimbanginya dengan beberapa
usaha yang dilakukan, antara lain:
a. Memperluas
dan memperdalam pengetahuan tentang Ahlussunnah wal Jama’ah serta meningkatkan
penghayatan dan pengamalannya.
b. Meningkatkan
keluhuran citra ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, dengan mening-katkan mutu
pelaksanaannya.
c. Membuktikan
keunggulan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dengan memperbanyak membaca dan mengkaji
kitab kuning (Kutub al-Turats). Bermusyawarah serta berdiskusi untuk
menjawab persoalan-persoalan yang muncul kepermukaan, kemudian menjadikan
ajaran ASWAJA sebagai alternatif solusinya.
0 komentar: